Jalan Malioboro dan Semua Kenangannya

Jalan Malioboro dan Kenangannya

Jalan Malioboro dan Kenangannya: Malioboro merupakan salah satu jalan yang terkenal di pusat Kota Yogyakarta. Jalan ini termasuk dalam tiga jalan utama di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Pal Putih Yogyakarta hingga perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Ketiga jalan tersebut adalah Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro, dan Jalan Jend. A. Yani. Peran penting Jalan Malioboro adalah sebagai poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta sejak pertamakali dibangun.

Jalan Malioboro dan Kenangannya sangatlah ikonik di kota Jogjakarta dan selalu ramai dikunjungi oleh para pengunjung. Wisatawan dari luar kota yang datang ke Jogjakarta pasti ingin mengunjungi jalan ini. Jalanan Malioboro adalah jalanan satu arah yang selalu dipenuhi oleh pejalan kaki yang ingin menikmati suasana kota, berbelanja, atau mencicipi makanan di sepanjang Jalan Malioboro.

Kunjungan ke Jogjakarta tidaklah lengkap tanpa singgah ke jalan ikonik ini. Jaraknya dekat dengan keraton, alun-alun, dan titik nol kilometer Jogja. Di sekitar Malioboro, kamu bisa berwisata kuliner Jogja, berbelanja oleh-oleh, dan berfoto-foto. Tempat ini selalu ramai setiap harinya karena banyaknya manusia dan kendaraan yang berlalu lalang. Banyak anak muda yang sering nongkrong di jalan ini, dan juga turis-turis baik dari luar negeri maupun lokal.

Artikel menarik lainnya > Benteng di Indonesia Peninggalan Masa Kolonial

Garis Imajiner Keraton by: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Sejarah Awal Malioboro

Jalan Malioboro dan Kenangannya ini dibangun pada saat Kraton Kesultanan Yogyakarta pertama kali didirikan, tepatnya pada tanggal 9 Oktober 1755. Setelah Kraton mulai dihuni, dibangun juga bangunan-bangunan pendukung seperti Pasar, Masjid, alun-alun, dan bangunan lainnya. Dalam bahasa Sansekerta, “malyabhara” berarti karangan bunga. Mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Kraton mengadakan acara besar, sehingga Jalan Malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Selain itu, di area Malioboro juga terdapat Kepatihan sebagai pusat pemerintahan dan Pasar Gede sebagai pusat perekonomian. Pasar Gede awalnya hanya berupa tanah lapang, tetapi berkembang pesat dan dikenal sebagai pasar terindah di Jawa.

Beberapa ahli berpendapat bahwa asal kata “Malioboro” berasal dari nama seorang kolonial Inggris bernama Marlborough, yang tinggal di Jogja pada tahun 1811-1816 M. Namun, pendapat ini dibantah dengan adanya bukti sejarah bahwa jalan Malioboro sudah ada sejak berdirinya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1755. Jalan raya ini telah dibangun dan digunakan untuk tujuan seremonial tertentu selama lima puluh tahun sebelum Pemerintahan Inggris datang menggantikan Pemerintahan Belanda di Jawa.

Masa Kolonial

jogjaprov.go.id

Perkembangan pesat Kraton menimbulkan kekhawatiran pihak Belanda. Mereka mengusulkan kepada Sultan untuk membangun sebuah benteng di dekat Kraton, dengan alasan menjaga keamanan Kraton dan sekitarnya. Namun, sebenarnya Belanda memiliki tujuan lain, yaitu untuk memudahkan pengawasan terhadap perkembangan di dalam Kraton.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda mendirikan benteng Vredeburg, Jalan ini semakin populer selama masa kolonial (1790-1942). Benteng ini dibangun pada tahun 1790 oleh pemerintah Belanda di ujung selatan Malioboro. Selain itu, mereka juga mendirikan Dutch Club atau Societeit Der Vereneging Djokdjakarta pada tahun 1822, The Dutch Governor’s Residence pada tahun 1830, Javasche Bank, dan Kantor Pos. Hal ini membuat Malioboro menjadi pusat perekonomian warga Yogya dan orang Belanda saat itu. Perdagangan antara pemerintah Belanda dan pedagang Tionghoa turut mempercepat perkembangan Malioboro. Pada tahun 1887, Jalan Malioboro terbagi menjadi dua setelah Stasiun Tugu Yogya dibangun.

Sekitar tahun 1870-an, sentra ekonomi mulai berkembang di Yogyakarta setelah terbitnya Undang-undang Agraria. Hindia Belanda menerapkan politik kolonial liberal atau “Politik Pintu Terbuka” yang memperbolehkan modal swasta masuk dan mengatur kepemilikan tanah lebih ketat. Dengan masuknya modal asing, banyak stasiun, bank, pusat perdagangan, dan sekolah yang dibangun. Perekonomian menjadi lebih cepat berputar dan industri berkembang, termasuk industri gula. Pada awal abad ke-20, jumlah pendatang di Yogyakarta meningkat dan menjadikan Malioboro sebagai jalan pertokoan paling sibuk hingga saat ini. Demikianlah perkembangan Jalan Malioboro dari jalanan sepi dengan pepohonan menjadi pusat perbelanjaan di Yogyakarta.

Artikel menarik lainnya > Pacu Jalur: Budaya Balap Perahu Dayung di Kuantan Singingi

Malioboro Menjadi Saksi Sejarah Masa Kemerdekaan

Jalan Malioboro dan Kenangannya ini juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi di jalan ini, di mana pasukan pejuang Tanah Air berhasil mengalahkan pasukan kolonial Belanda setelah enam jam pertempuran dan berhasil menduduki Yogyakarta. Pertempuran ini terjadi karena Belanda melanggar perjanjian yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia saat itu.

Peristiwa Agresi Militer Belanda ke-2 dimulai dengan serangan di Yogyakarta sebagai upaya untuk menghancurkan Pemerintah Republik Indonesia, karena Yogyakarta merupakan benteng terakhir Negara Republik Indonesia. Agresi ini bertujuan untuk menyebarkan kepada negara-negara di dunia bahwa Republik Indonesia dan tentaranya sudah tidak ada lagi, sehingga dengan ketiadaan negara maupun tentara, Belanda bisa merasa berhak menduduki dan menguasai Indonesia kembali.

Malioboro Hari ini

Hingga kini, Malioboro terus berkembang dengan tetap mempertahankan konsep aslinya sebagai pusat keramaian masyarakat Yogyakarta. Banyak bangunan strategis berada di kawasan ini, termasuk Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo, Teras Malioboro, dan Istana Presiden Gedung Agung.

Malioboro, sebagai jalan yang penuh makna filosofis, akan kembali ditata agar tidak hanya berfungsi sebagai pusat perbelanjaan semata. Jalan ini menyimpan banyak kisah dan sejarah yang dapat memantik siapa saja yang melewatinya untuk merenungi kehidupan.

Penataan wilayah Malioboro telah lama menjadi gagasan dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tidak hanya sekedar memindahkan para pedagang kaki lima (PKL), tetapi juga memikirkan seluruh aspek kebutuhan mereka agar lebih nyaman dan aman dalam mencari rejeki. PKL mendapatkan jaminan kepastian berjualan melalui legalitas, status formalisasi dari informalitas, program pembinaan, serta promosi.

Pemerintah DIY terus melakukan perbaikan dan penataan agar Malioboro menjadi kawasan yang nyaman untuk dikunjungi. Pada tahun 2016, pemerintah berhasil menghapus parkir kendaraan di Malioboro dan mengubah sebagian kawasan di sisi timur menjadi jalur pejalan kaki. Warung-warung lesehan yang menjadi ciri khas Malioboro tetap dipertahankan. Kemudian pada tahun 2022, PKL di Jalan Malioboro dipindahkan ke Kawasan Teras Malioboro, sehingga jalanan ini menjadi lebih teratur dan nyaman.

Jalur pedestrian dengan bejumlah tempat duduk disiapkan oleh Pemkot Yogyakarta, agar pengunjung dalam negeri maupun mancanegara lebih nyaman dan dapat menikmati suasana Malioboro. Kawasan ini selalu padat dikunjungi wisatawan, bahkan bagi yang hanya ingin berfoto-foto saja, karena Malioboro memiliki daya tarik yang menarik bagi para wisatawan.

Pada tahun 2019, diterapkan perda baru bahwa setiap Selasa Wage, Jalan Malioboro bebas dari kendaraan bermotor terkecuali kendaraan umum trans jogja, kendaraan pelayanan masyarakat seperti truk pengangkut sampah, ambulans, dan mobil pemadam kebakaran. Selain itu, PKL yang biasanya berjualan di Malioboro juga tutup. Aturan baru ini menyebabkan banyak kegiatan yang diselenggarakan setiap Selasa Wage di kawasan Malioboro, sehingga tetap ramai didatangi wisatawan.

Tempat Trending di dekat Malioboro

Setiap hari, tempat ini selalu ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang. Biasanya, banyak wisatawan muda-mudi dan turis baik dari luar negeri maupun lokal yang sering beraktivitas di Jalan Malioboro dan Kenangannya ini. Berikut ini adalah beberapa spot di Jalan Malioboro yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan.

Tugu Pal Putih

Terdapat tempat menarik lain yang tidak jauh dari wisata Malioboro yaitu Tugu Pal Putih. Tugu ini juga menjadi salah satu ikon Jogja dan terletak di sebelah utara Malioboro dan Stasiun Tugu Jogja. Tugu Jogja ini cukup populer sebagai tempat wisata. Kamu dapat melihat tugu ini secara gratis, namun tetap harus memperhatikan sekitar dan jangan mengganggu para pengguna jalan lain karena letaknya berada di persimpangan jalan.

Kamu juga bisa mengunjungi tugu ini kapan saja karena letaknya berada di tengah-tengah jalan dan bisa dilihat dari pinggir jalan. Tugu ini bisa dijadikan sebagai spot foto untuk mengabadikan momen dan sebagai tanda bahwa kamu pernah berkunjung ke kota Jogjakarta. Di sekitar tugu ini juga terdapat banyak warung, kafe, dan angkringan yang bisa menemani wisatamu.

Artikel menarik lainnya > Benteng di Indonesia: Benteng Torre Peninggalan Portugis

Plang Jalan Malioboro

Sudah hampir 4 kali saya pergi ke Jogja dan selalu menyempatkan diri ke Jalan Malioboro. Mulai dari kunjungan pertama hingga yang terakhir tahun 2023 ini, orang-orang selalu antri untuk berswafoto di tempat yang satu ini. Hampir semua orang tahu tentang plang jalan legendaris di Malioboro ini, plang ini menjadi sangat ikonik di Jalan Malioboro.

Plang jalan ini menjadi penanda bahwa kita sedang berada di Jalan Malioboro, Jogjakarta. Plang jalan yang legendaris ini dapat ditemukan di setiap sudut Malioboro. Kunjungan ke Malioboro tidak lengkap jika tidak mengambil foto dengan plang ini sebagai latar belakang, atau bahkan berfoto di sebelah timur plang ini, di Jalan Pasar Kembang yang juga memiliki reputasi legendaris.

Pasar Beringharjo

Hampir semua pengunjung atau wisatawan yang berada di Jalan Malioboro pasti singgah di Pasar Beringharjo. Pasar ini menjadi salah satu destinasi populer bagi wisatawan untuk berbelanja oleh-oleh khas Jogja. Hanya dengan berjalan sebentar, kita sudah bisa sampai ke Pasar Beringharjo, yang merupakan pasar tradisional terlengkap di Jogja.

Pasar Beringharjo ini merupakan pasar tertua di Kota Yogyakarta. Di sini, tersedia beragam jenis batik, kaus, dan suvenir yang dapat dibeli sebagai oleh-oleh. Jika kita masuk lebih dalam, kita akan menemukan berbagai jajanan lokal yang membuat kita merasa kangen. Ada es dawet, pecel, aneka baceman, jamu, gado-gado, dan beragam jajanan pasar lainnya.

Benteng Vredeburg

Jika kita berjalan di sepanjang Jalan Malioboro titk 0 Km, kita akan melihat bangunan-bangunan peninggalan zaman kolonial. Salah satu contohnya adalah Benteng Vredeburg. Benteng Vredeburg adalah bangunan yang menyimpan banyak cerita sejarah yang terjadi di Yogyakarta sejak pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di sana.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta

Terdapat tempat menarik lainnya yang dekat dengan Jalan Malioboro yaitu kawasan titik nol kilometer. Area ini sebenarnya merupakan ruang publik yang digunakan oleh warga setempat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, bagi wisatawan kawasan ini merupakan salah satu tempat untuk berfoto dan mengabadikan momen. Hal ini karena di sekitarnya banyak bangunan kuno yang indah, seperti Benteng Vredeburg, Gedung BNI, dan Gedung Agung.

Letaknya berjarak hanya beberapa meter saja dari Jalan Malioboro. Tempat ini juga menarik wisatawan, banyak yang penasaran dengan titik nol kilometer di Jogjakarta. Biasanya titik nol kilometer ini menjadi spot foto favorit wisatawan dengan latar belakang jalan raya yang luas dan ramai. Kawasan ini juga sangat indah saat dikunjungi pada malam hari karena lampu-lampu kendaraan yang menyala membuat latar fotonya semakin bagus.

Museum Sonobudoyo

Bangunan ini terletak dekat dengan titik nol kilometer Jogja. Tempat ini merupakan tempat yang menyimpan sejarah dan kebudayaan Jawa, serta memiliki lebih dari 1200 koleksi keris dari berbagai daerah di Nusantara. Museum ini sudah berdiri sejak tahun 1935 dan terdiri dari dua komplek museum, yaitu Unit I dan Unit II. Di dalam museum ini, banyak terdapat barang-barang peninggalan sejarah, termasuk benda-benda purbakala. Selain itu, museum ini juga memiliki koleksi-koleksi yang bernilai ilmiah, seperti sejarah, etnografi, biologi, geologi, dan karya seni rupa.

Teras Malioboro

Tempat ini merupakan tempat relokasi baru bagi para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang sebelumnya berjualan di sepanjang Kawasan Malioboro. Teras Malioboro 1 terletak di Gedung Eks Bioskop Indra, tepat bertempat di seberang Pasar Beringharjo. Pada tanggal 26 Januari 2022, Teras Malioboro diresmikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam acara “Wilujengan” yang digelar di halaman Teras Malioboro 1. Kini, Teras Malioboro telah menjadi lokasi pusat belanja barang-barang khas Kota Jogja dan sekitarnya.

Beragam jenis souvenir, kerajinan tangan dari bahan alami, batik, kaos oblong khas Jogja, dan kuliner kini tertata dengan rapi dan memiliki konsep indoor di Teras Malioboro 1. Sementara Teras Malioboro 2 berlokasi di Jalan Malioboro Nomor 56, Suryatmajan, Danurejan, Yogyakarta. Pengelolaan Teras Malioboro 2 dilakukan oleh UPT Kawasan Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Hamzah Batik

Hamzah Batik merupakan toko batik dan cendera mata yang paling ramai di Jogja, dan letaknya berada di depan Pasar Beringharjo. Barang-barang yang dijual di sini tidak jauh berbeda dengan yang ditawarkan oleh pedagang kaki lima di Malioboro, tetapi di toko ini kita tidak perlu lagi menawar dan ruangannya nyaman dengan AC yang dingin. Selain itu, setiap hari di sini ada simulasi membatik, sehingga selain berbelanja, kita juga bisa belajar membatik.

Toko ini memiliki 3 tingkat ruangan yang penuh dengan aksesoris dan pernak-pernik, baik yang berharga murah sampai yang berharga jutaan, semuanya ada di sini. Dan yang paling menarik di tempat ini adalah aroma dupa dan bunga yang pertama kali terhirup ketika masuk ke Hamzah Batik, benar-benar khas dan mengingatkan semua orang untuk selalu datang ke sini.

Kesimpulan

Malioboro, sebuah ikon kota Yogyakarta, merangkul pesona budaya dan sejarah dalam setiap langkahnya. Dengan warisan tradisional yang kaya dan beragam, jalan legendaris ini menawarkan banyak pengalaman dan kenangan tak hanya berbelanja, tetapi juga menjelajahi kekayaan seni, kerajinan, dan kuliner. Salah satu jantung pariwisata kota, Malioboro tidak hanya menjadi tempat pejalan kaki dan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat, tetapi juga menyatukan masa lalu dengan masa kini, menciptakan ruang yang menghubungkan tradisi dengan modernitas dalam harmoni yang mengagumkan.

Demikian artikel Jalan Malioboro dan Kenangannya ini ditulis dan disadur dari berbagai sumber media online, semoga bermanfaat. Terimakasih.

Artikel menarik lainnya > Sengkaling: Tempat Wisata Legendaris di Malang