Candi Badut adalah Candi Tertua di Jatim

CandI Badut di Kabupaten Malang merupakan salah satu warisan sejarah dan merupakan candi tertua di Jawa Timur. Candi Badut ditemukan di tengah persawahan. Pada tahun 1921, Waktu itu yang nampak hanyalah gundukan bukit berbatu, terdapat reruntuhan dan tanah diatasnya, bahkan terdapat beberapa pohon beringin yang tumbuh diatasnya.

Artikel menarik lainnya > Apa arti Backpacker? Berikut Penjelasan Lengkapnya

Lokasi Candi Badut

Candi Badut, candi tertua di Jatim ini terletak di desa Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Jika sedang mengunjungi Candi Badut, kita bisa melihat bahwa Candi ini menghadap ke arah barat dimana diwilayah itu dikeliling oleh gunung-gunung. Beberapa gunung-gunung yang mengelilingi Candi Badut adalah Gunung Arjuna di barat, Gunung Kawi di sebelah selatan,Gunung Bromo / Tengger di utara dan Gunung Semeru di timur.

Maps Lokasi

Tiket Masuk Candi Badut

Cagar budaya ini buka setiap hari, jam 08.00 – 15.00 WIB, Untuk bisa melihat candi tertua di jatim ini pengunjung tidak dikenakan tarif khusus atau gratis masuk area candi, cukup isi buku tamu, tempatnya juga bersih dan asri. Sebab selain sebagai wisata sejarah, candi ini juga kerap kali digunakan sebagai lokasi upacara keagamaan bagi pemeluk agama Hindu.

candi tertua di Jatim

Fasilitas Candi

Fasilitas yang tersedia di area wisata ini adalah tempat informasi, kamar mandi dan tempat parkir (Untuk mobil bisa parkir di depan ruko, kalau motor bisa masuk). Berbagai makanan juga bisa dijumpai disekitar candi karena dekat dengan pemukiman penduduk.

Kondisi Candi Badut

Candi tertua di Jatim ini ditemukan pada tahun 1921 oleh Maureen Brecher, seorang kontrolir dari Kantor Pamong Praja yang ada di Malang. Saat ditemukan, Candi Badut dalam kondisi rusak, ditumbuhi pepohonan, dan tertutup tanah. Pada tahun 1923 – 1926, Dinas Purbakala di bawah pimpinan F.D.K Bosch dan B. de Haan melakukan kegiatan pemugaran. Proses ini dimulai dengan penggalian hingga mencapai dasar bangunan. Hasil penggalian mengungkapkan bahwa candi ini telah hancur sepenuhnya, kecuali beberapa bagian yang masih dapat dilihat susunannya.

Candi Badut berbentuk tambun dengan dasar bangunan yang polos, menjadikannya sebagai bangunan suci Hindu-Buddha tertua di Jawa Timur. Atapnya telah hilang, namun temuan sisa kemuncak berbentuk buah keben menunjukkan bahwa candi tersebut dulunya dibangun dengan gaya Klasik Tua. Hal ini diperkuat oleh ukiran kepala kala pada ambang pintu yang dikelilingi oleh makara distilir di sisi kanan dan kiri pintu masuk. Namun, ada satu ciri khas Candi Badut yang tidak sesuai dengan bangunan masa Klasik Tua, yaitu arah hadap candi utama yang menghadap ke barat. Arah hadap ini membuatnya menjadi bangunan Klasik Tua dengan arah hadap yang berbeda di Jawa Timur.

Prasasti Dinoyo

malangkab.go.id

Tentang konsep keagamaan yang diwakili di Candi Badut, bisa ditarik informasi dari prasasti yang rusak menjadi tiga bagian. Prasasti yang ditemukan di Desa Merjosari ini dikenal sebagai prasasti Dinoyo, atau juga disebut sesuai dengan nama desanya. Prasasti ini menjelaskan tentang Raja Gajayana yang membangun bangunan suci dan menggantikan patung Kumbayoni (sebuah aspek Siwa) yang awalnya terbuat dari kayu cendana dengan patung batu agar lebih tahan lama. Peristiwa ini terjadi pada tahun 760 Masehi dan menunjukkan bahwa masyarakat Merjosari kuno menganut kepercayaan Hindu Siwa, dan Candi Badut merupakan salah satu peninggalannya.

Candi Badut, Candi tertua di Jatim ini merupakan situs bersejarah yang sering disebut dalam Prasasti Dinoyo yang berasal dari tahun 682 Saka atau 760 Masehi. Prasasti Dinoyo saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini secara singkat mencatat bahwa dahulu ada seorang raja bijaksana bernama Dewasingha yang di bawah naungannya, api Putikeswara menyala menerangi sekitarnya. Anaknya, Raja Gajayana, membuat prasasti ini untuk memperingati pembangunan sebuah kuil indah untuk Sang Resi Agung (Maharsibhawana) dengan nama Walahajiridyah, serta diresmikannya patung Agastya yang baru terbuat dari batu hitam yang indah, menggantikan patung lama yang lapuk dari kayu cendana. Pada kesempatan itu, sang raja memberikan hadiah tanah, lembu, budak, perlengkapan saji, dan mengadakan berbagai upacara untuk menghormati Sang Resi.

Prasasti Dinoyo juga menyebutkan bahwa Raja Gajayana membangun candi yang indah untuk Agastya dengan tujuan untuk mengusir penyakit yang merampas semangat (kekuatan). Menurut Dr. Bosch, semua bagian Candi Badut memiliki ciri seni asli Jawa Tengah.

Artikel menarik lainnya > Gili Trawangan Lombok, Wisata Tanpa Kendaraan Bermotor

Mengapa disebut Candi Badut?

Walaupun prasasti Dinoyo tidak secara jelas menyebutkan nama bangunan yang didirikan, Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candi Badut dapat dihubungkan dengan nama kecil Raja Gajayana, lisva. Nama raja ini memiliki arti “komedian” atau “tukang lawak,” kata yang serupa dengan “badut” pada zaman sekarang. Ini merupakan bentuk pelestarian nama yang menarik, yang dilakukan oleh masyarakat Merjosari untuk menyebut bangunan suci yang telah berusia ribuan tahun tersebut.

Nama “badut” sendiri diinterpretasikan sebagai “Lisva,” yang tertulis pada baris kedua prasasti Dinoyo sebagai salah satu nama lain dari Raja Gajayana. Pembacaan awalnya menimbulkan beberapa interpretasi, tetapi setelah diteliti lebih lanjut, bacaan yang benar adalah “Liswa.” Dalam kamus Sanskerta, kata “Liswa” berarti “anak kemidi, tukang tari,” yang dalam bahasa Jawa sepadan dengan kata “badut.”

Arsitek dan Bangunan Candi

Candi Badut berdiri di tanah lapang lembah Sungai Metro, menciptakan pemandangan megah dan klasik yang berbaur dengan perumahan warga Desa Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang.

Susunan Candi

Bangunannya berukuran 11 x 11 meter dan terbuat dari batu andesit dan menghadap ke barat. Pembangun candi saat itu dengan cermat menyusun batuan persegi menjadi bangunan besar dengan teknik kuncian yang berbeda. Semua bagian dipersiapkan dengan indah dan teliti. Susunannya dari bawah ke atas berupa lapik persegi yang ditumpangi oleh badan candi dan atap yang telah runtuh. Di bagian depan, terhubung sebuah ruang bernama antarala yang menjadi tempat transisi antara dunia luar dengan bagian inti candi. Seluruh fasad pada badan candi dihiasi dengan motif kertas tempel rumit yang ditata dengan apik mengisi bidang kosong.

Di situs Candi Badut, terdapat struktur candi utama, struktur candi pendamping (perwara), fragmen arca, dan beberapa komponen bangunan yang tertata rapi di depan struktur candi. Struktur candi utama adalah bagian terbesar di situs ini dengan nomor registrasi 264/MLG/1997. Bentuknya berbentuk persegi panjang dengan tiga tingkat yang seluruhnya polos tanpa hiasan, dengan ukuran 10,76 m x 10,76 m x 1,3 m.

Bagian kaki candi berbentuk bujur sangkar dan berdiri di atas batur. Di antara bagian ini, terdapat selasar selebar sekitar 1,5 meter. Kaki candi ini juga polos tanpa hiasan atau ornamen. Di sisi barat kaki candi terdapat tangga naik, dengan pipi tangga berbentuk lengkungan yang berujung bentuk ukel dengan bagian pangkal berhias kala naga. Sementara itu, di sisi utara dan selatan pipi tangga dihiasi dengan ornamen burung berdiri di atas bunga teratai.

Arca

Terdapat arca Agastya yang sudah aus berada di bagian selatan bangunan. Ada juga arca Durga bertangan delapan yang sedang berdiri tegap setelah berhasil membunuh iblis kerbau, biasa disebut Durga Mahisasuramardhini. Kedua arca tersebut berukuran kecil, hanya setinggi setengah dari tinggi bangunan, dan terlihat seperti dewa-dewi mungil yang menyelinap di Candi Badut. Juga, ada keunikan dalam bagian inti bangunan, dimana ditemukan lingga-yoni yang tidak sesuai ukurannya. Lingga yang halus terukir, namun mengalami kerusakan, dipasangkan dengan yoni yang ukurannya terlalu besar. Ada juga sebuah celah kecil yang sekarang kosong, tepat di belakang lingga-yoni yang berhadapan dengan pintu masuk. Namun, meskipun ada keanehan tersebut, setidaknya ditemukan petunjuk bahwa bangunan ini didedikasikan untuk Dewa Siwa dan keluarganya.

Hiasan Candi

Candi Badut memiliki bentuk tubuh yang berbentuk bujur sangkar. Pada sisi baratnya, terdapat penampil dan pintu yang diapit oleh relung-relung. Penampil dan relung-relung ini dihias dengan gambar kala tanpa rahang bawah, dan bingkai penampilnya dihiasi dengan sulur-suluran. Di sisi timur, utara, dan selatan, terdapat relung-relung.

Pada relung-relung di kanan dan kiri, terdapat hiasan gabungan makara dan tumbuh-tumbuhan yang distilir, serta bingkai atas relung dihiasi dengan relief kala tanpa rahang bawah. Di atas kepala kala, terdapat relief bangunan dan sepasang mahluk dengan bunga teratai di antara keduanya. Ruang kosong pada kanan dan kiri relung dihias dengan hiasan kepala bunga ceplok. Relung di sisi timur dan selatan kosong, sementara relung di sisi utara menampilkan arca Durga Mahisasuramardini yang sedang menginjak siluman kerbau. Sayangnya, arca ini mengalami kerusakan cukup parah, dengan bagian kepala hilang sampai leher.

Di dalam bilik candi berukuran 3,45 meter x 3,45 meter, terdapat lingga-yoni. Lingga mengalami kerusakan pada ujungnya yang rumpil, sementara yoni dalam kondisi pecah. Pada dinding bilik terdapat relung-relung yang kosong. Dengan satu relung di sisi utara, timur, dan selatan, serta dua relung di sisi barat. Atap candi tidak dapat diidentifikasi bentuknya karena hanya tersisa lima lapis batu.

Situs Candi Badut juga menyimpan tinggalan lepas, termasuk dua yoni, fragmen arca Nandi, dua altar, dan fragmen arca. Di bagian barat pelataran, yaitu di sisi kiri dan kanan halaman depan bangunan candi. Terdapat blok-blok batu dari bangunan candi yang belum dapat dipasang kembali ke tempat semula.

Pemugaran Candi

Tidak dapat dipastikan sejak kapan Candi Badut ditinggalkan oleh pemujanya. Mungkin bangunan tersebut telah tidak ada lagi seiring dengan tenggelamnya kabar tentang Kerajaan Kanjuruhan. Namun, pada tahun 1921, Candi Badut ditemukan dan dua tahun kemudian dipugar oleh Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan F.D.K. Bosch dan B. de Haan. Pemugaran tersebut memakan waktu tiga tahun dan berhasil mengembalikan bentuk arsitektur candi seperti yang kita lihat sekarang. Pemugaran lain dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Memperkokoh konstruksi bagian bawah candi yang berdiri di tepi sungai selama tiga tahun sejak 1990.

Penutup

Candi Badut memiliki keunikan dan nilai penting sebagai cagar budaya yang mencerminkan awal mula peradaban Hindu-Buddha di Jawa Timur. Oleh karena itu, pada tahun 2016, Candi Badut diresmikan sebagai Bangunan Cagar Budaya peringkat Nasional berdasarkan SK Menteri No. 203/M/2016. Penetapan ini menjadikan Candi Badut sebagai masterpiece warisan budaya yang patut dibanggakan. Bukan hanya oleh masyarakat Malang atau Jawa Timur, tetapi juga oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Artikel menarik lainnya > Keunikan Suku Baduy: Kehidupan Tradisional Melestarikan Alam