Potensi Kota Malang yang dilupakan oleh Masyarakatnya Sendiri

Potensi Kota Malang dilupakan

Disadur dan ditulis kembali dari majalah terpopuler dijamanya akhir tahun 90an. Jatim Tourism News tahun 2002 mengenai Potensi Kota Malang dilupakan oleh Walikota Malang Saat itu, Berikut ulasanya berdasarkan penjelasan majalah dan tambahan dari berbagai sumber terpercaya.

Karya Seni yang ditinggalkan

Kalau Anda masuk ruang kerja saya, Anda melihat sesuatu yang aneh dan mungkin agak janggal. Mengapa ruang kerja Walikota Malang justru dipenuhi perabotan dan penghias ruangan yang semuanya berasal dari negeri Cina? Ini memang saya sengaja, agar para seniman, perajin, dan dari kelompok profesi apapun di Kota Malang ini tertantang untuk menciptakan produk-produk benar-benar handal seperti buatan Cina itu.

Jadi, perabotan ini tdak akan pernah saya pindahkan selama kita belum mampu menciptakan produk yang mutunya lebih baik dari produk Cina.

Coba lihat itu… (sambil menunjuk sebuah gambar harimau yang terpajang di dinding). Ini sebuah karya yang benar-benar hebat. Di buat dari sulaman benang yang sangat halus sehingga benar-benar indah. Kemudian lihat perahu keberuntungan itu (di samping meja kerjanya). Ini terbuat dari batu giok. Sangat artistik.

Kapan kita mampu membuat karya seni seperti itu? Inilah tantangan yang harus kita hadapi, terutama para seniman yang ada di Kota Malang. Silakan buat karya-karya yang lebih baik dari produk-produk dari negeri tirai bambu itu.

Kota Wisata Ideal Berkarakter

Tapi, kalau saya ditanya bagaimana cara saya untuk mewujudkan Malang sebagai Kota Wisata yang sesungguhnya, itu pertanyaan yang sangat mudah bagi saya. Dan, Anda boleh percaya boleh tidak, bahwa saya sanggup mewujudkan Kota Malang menjadi Kota Wisata yang ideal cukup cukup satu malam saja.

Wisata apa itu? Wisata Hiburan. Namun, apa masyarakat mau menerima begitu saja. Itulah permasalahan yang perlu kita pikirkan. Baik bagi saya belum tentu baik bagi saya belum tentu baik bagi masyarakat, dan begitu pun sebaliknya. Karenanya saya sangat hati-hati di dalam menentukan pilihan.

Mari kita lihat kolam air mancur yang ada di seberang sana. (Beliau berdiri dan menunjuk kolam yang ada di Tugu Alun Alun Bundar). Sangat indah bukan ? Bunga-bunga teratai yang bermekaran di bawah semburan air mancur, dan kalau pada malam hari akan diperindah lagi dengan aneka lampu hias. Sangat indah, dan mungkin tdak akan djumpai di kota lain di tanah air.

Tapi, apakah Anda tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Kota setiap bulan untuk membiayai keindahan itu? Tentu saja besar. Sekali lagi besar.

Sejauh ini memang orang mengenal Kota Malang sebagai Kota Wisata, tapi apa yang harus kita jual? Secara jujur, Kota Malang miskin dengan objek wisata alam. Sementara objek wisata sejarah, seperti candi dan bangunan-bangunan tua, sudah banyak yang hancur dan tidak terawat.

Lihat saja Candi Badut. Sebenarnya itu candi tertua di Jawa Timur dan sangat cocok sebagai objek wisata ritual. Sayang keadaannya sudah seperti itu. Siapa yang salah di sini? Tentu saja kita semua, karena kepedulian kita yang kurang terhadap benda-benda sejarah.

Artikel lain: Candi Badut adalah Candi Tertua di Jatim

Lestarikan Peninggalan Sejarah

Saya pernah berkunjung ke beberapa negara di Eropa. Di salah satu negara, saya melihat sebuah bangunan yang dibangun pada tahun 600M, dan hingga kini masih ada, masih terawat dengan baik. Saya benar-benar kagum dan heran. Bangunan setua itu ternyata bisa bertahan hingga ribuan tahun. Coba kita bandingkan dengan Kerajaan Majapahit yang runtuh pada 1748 misalnya. Apa peninggalan yang masih tersisa dan masih bisa kita saksikan saat ini? Semua musnah, semua ikut terkubur bersama sejarahnya. Dan Potensi Kota Malang dilupakan oleh warganya sendiri menanti terkubur oleh sejarah kelamnya.

Belajar dari kenyataan itulah, maka sekarang ini saya tengah berusaha agar bangunan-bangunan di Kota Malang yang bernuansa kolonial akan kita data dan kemudian kita pasang papan peringatan, bahwa bangunan-bangunan itu merupakan peninggalan sejarah yang harus dilestarikan, dan untuk selanjutnya akan kita promosikan sebagai objek wisata sejarah. Seperti bangunan di Jl. Ijen misalnya, sudah banyak yang berubah wujud. Ini sangat kita sayangkan. Tapi, ini salah satu akibat dari penerjemahan reformasi yang salah.

Coba simak, kalau izinnya tidak diterbitkan Pemerintah Kota, kita akan dituding institusi pelayanan public arogan. Pemiliknya pun akan mencak-mencak dan LSM-LSM pun pasti akan kut-ikutan protes. Padahal, Pemerintah Kota sebetulnya bermaksud ingin melindungi bangunan-bangunan tua yang memiliki nalai sejarah.

*Suhandi Mokoagow/Ulul Azmi