Yakin mau ke Lawu? Pertanyaan ini gue tujukan pada diri sendiri ketika ada ajakan Pendakian Gunung Lawu yang terkenal dengan warung mbok Yem ini. Alasannya simple saja : Lawu itu mistis, horor dan menyeramkan. Dan gunung ini tidak pernah masuk dalam list gunung yang ingin gue daki. Tapi semua bisa saja berubah dan fix gue ke LAWU.
Awal Perjalanan dari Rumah
Gunung Lawu terletak di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, berada di tiga kabupaten yaitu kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah), Kabupaten Magetan (Jawa Timur) dan Kabupaten Ngawi (Jawa Timur). Gunung Lawu mempunyai ketinggian 3,265 meter diatas permukaan laut dan berstatus sebagai gunung api istirahat. Memiliki 3 jalur pendakian yaitu : jalur pendakian via Cemoro Sewu (Magetan-Jawa Timur), jalur pendakian via Cemoro Kandang (Magetan-Jawa Timur) dan jalur pendakian via Candi Cetho (Karang Anyar-Jawa Tengah).
Oke, malam itu 23 Agustus 2019 gue bersama teman teman sudah ada dalam kendaraan yang akan membawa kami ke daerah Magetan Jawa Timur. Kami akan menggapai puncak Hargo Dumilah dengan melewati jalur Cemoro Sewu yang ada di Magetan. Dalam perjalanan panjang ini selalu teringat cerita yang gue dengar maupun yang gue baca tentang Lawu apalagi kalau bukan mistis nya, banyak pendaki bahkan teman sendiri pernah mengalami kejadian menyeramkan di gunung ini. Dalam hati cuma berdoa semoga pendakian kami diberi kelancaran dan tidak mengalami hal yang buruk selama perjalanan.
Berangkat dari ibukota sekitar pukul 21.30 sudah harus berhadapan dengan kemacetan yang luar biasa, tapi ojo ngeluh karna itu merupakan bumbu dari sebuah perjalanan. Setelah 15 jam berada dikendaraan sampai juga di basecamp Cemoro Sewu, basecamp yang tidak terlalu besar bahkan untuk packing saja kami harus lakukan depan sebuah warung. Dan rencana pendakian yang harusnya dilakukan siang hari terpaksa bergeser ke sore hari.
Pendakian Sore Hari Di Gunung Lawu
Basecamp – Pos 1
Merupakan jalur landai sehingga aman di kaki, jalur berbatu sudah menyambut di awal pendakian tapi masih bersusun rapi sehingga bisa dilewati kendaraan bermotor. Vegetasi di jalur belum terlalu rapat, ditumbuhi oleh pepohonan pinus yang membuat udara sekitar menjadi sejuk. Dan di pos 1 ini masih terdapat warung.
Pos 1 – Pos 2
Trek semakin berat karna tanjakan mulai tinggi ditambah lagi trek berbatu yang mengakibatkan kaki cepat pegal dan sakit. Tangga batu tersebut merupakan buatan warga untuk mempermudah perjalanan dan membuat jalur pendakian menjadi jelas. Jujur sih gue sendiri lebih menyukai jalur tanah daripada jalur berbatu kaya gini sangat menyiksa kaki, hiks. Dijalur menuju pos 2 kami melewati sebuah batu besar dan tinggi yang disebut dengan Watu Jago, konon katanya batu ini mirip ayam.
Jarak dari pos 1 ke pos 2 ini merupakan jarak terpanjang dibanding pos lainnya, sehingga hari sudah mulai gelap ketika kami menginjakkan kaki di pos 2. Disini ada camp area yang tidak terlalu luas tapi bisa menampung sekitar 4-5 tenda. Karna kondisi yang mulai gelap dan salah satu dari teman sudah kelelahan luar biasa maka kami memutuskan untuk mendirikan tenda, dan rencana untuk melakukan lintas jalur akhirnya dibatalkan.
Setidaknya jika melakukan lintas jalur kita sudah harus sampai di pos 4 atau 5 sebelum gelap. Tapi dengan trek terjal berbatu seperti ini serta harus membawa carrier hal itu sangat memberatkan. Keputusan yang diambil harus situasional dan memperhatikan keadaan anggota rombongan, jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan hanya karna memaksakan sesuatu. Maka demi kepentingan bersama diputuskan untuk naik dan turun dijalur yang sama.