Dari Gunung Bromo Langsung tek-tok Gunung Panderman

Sebelumnya sudah aku ceritakan perjalanan dadakan ke Bromo dan reuni kecil-kecilan taman kuliah dulu, selanjutnya akan aku ceritakan perjalanan tek-tok ke Gunung Panderman Kota Batu.

Perjalanan ke Gunung Bromo dan ke Gunung Panderman ini adalah perjalanan untuk mengantar teman masa SMA Marwoto (sebut saja begitu, wkwkwk..) yang hobi naik Gunung, dan dia sebut saja Mas Ary berasal dari Kota Solo. Setelah kita bertemu saat naik ke Bromo, sebagai sesama pendaki Gunung pasti ada jiwa yang entah dari mana pasti nyambung dan ngeklik jika ngobrol dan jalan bareng, apalagi kita semua sama-sama penghobi berat minum kopi.

Tek-Tok Gunung Panderman

So saat selesai naik Bromo, seharusnya acara ku adalah mengejar target penutupan laporan kerja akhir Tahun dan persiapan liburan akhir Tahun di Bali bersama keluarga. Akan tetapi niat untuk membuat laporan akhir tahun harus diundur dulu karena Mas Ary pingin dianter naik ke Gunung Panderman tek-tok dan jadilah saat itu persiapan naik Gunung lagi dan perjalanan dari Probolinggo akhirnya berakhir atau langsung ke Rumah Marwoto di Karang Ploso, untuk menyiapkan segala sesuatu ketika naik Gunung Panderman.

Pripare Tek-Tok Gunung Panderman

Setelah perjalanan dari probolinggo kita memasuki kota Malang sekitar pukul 18.45 wib, saat itu teman-teman belum makan dan memutuskan untuk makan di Sate Bunul H. Paino. Setelah sampai dan tiba di TKP, Marwoto menghubungi teman satunya lagi sebut saja Donad, teman seper kopian untuk gabung dengan teman-teman makan bersama. Akhirnya sore itu kita habiskan sate pak Paino beserta tusuk-tusuknya, hehehee..

Video ke Gunung Panderman

Setelah selesai makan sate, nanggung jika harus pulang kerumah masing-masing, dan pada akhirnya Marwoto ngajak lagi untuk ngopi dan nonton live musik di Cafe Simpang Luwe. Dan rupanya bakal berat perjalanan Tek-Tok Gunung Panderman nanti Shubuh. Karena Mas Ary pingin pagi-pagi naik gunungnya supaya tidak panas dan berat ketika ngetrek ke puncak. Alhasil karena semua ke enakan ngobrol ngalor-ngidul dan ke enakan menyruput kopi tidak sadar jam tangan menunjukan pukul 23.30, akhirnya kita semua memutuskan pulang istirahat untuk mempersiapkan stamina perjalanan esok hari menuju puncak Gunung Panderman, kecuali 3 orang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Panderman.

Sebelum sampai dirumah Marwoto kita menyempatkan berbelanja kebutuhan untuk mendaki di Mini Market terdekat, kopi, roti dan snack adalah hal wajib selama pendakian. Saat perjalanan pulang kita sepakat untuk berangkat pagi sehabis sholat Shubuh. Dan peserta yang berangkat hanya 2 orang, aku dan mas ary saja wkwkwk.. Marwoto lihat-lihat kondisi dan yang lainya tidak ikut karena capek dan tidak minat. Hahahaa…

Naik Gunung setelah 3 Tahun Absen

Sebenernya aku sendiri sudah sekitar 3 Tahun tidak pernah naik Panderman, aku menerima ajakan Mas Ary karena kepingin melihat situasi terakhir Panderman yang merupakan Gunung Legendaris bagi Warga Malang Raya, ketika masih belajar ataupun masih abg dulu. Gunung ini sangat di sukai bagi pendaki pemula dan senior di kota Malang, karena treknya tidak terlalu panjang tapi sedikit menantang.

Lanjut lagi ke cerita sebelumnya, setelah sampai di rumah Marwoto kita bertiga langsung istirahat karena mata dan badan sudah tidak bisa diajak kompromi, seharian dari Bromo langsung ngopi. Keesokan harinya tanggal 21 Desember 2019 jam 6.00 aku terbangun, dan lainya masih pada tidur karena kecapekan. Benar-benar di luar planning kemarin malam, hehee. Tepat pukul 9.30 akhirnya kita semua sudah siap untuk berangkat menuju panderman, saat perjalanan di dalam Mobil marwoto menyatakan tidak ikut karena masih capek, saat itu juga aku memutuskan untuk meminjam sandal Gunungnya, karena aku sendiri tidak punya.

Sedangkan sepatu yang ku pakai ke Bromo terlalu berat dan kurang efisien untuk bergerak melewati tanjakan-tanjakan curam. Sekitar satu jam perjalanan kita menuju pos pendakian Panderman, melalui jalur barat kota Batu, karena Jalur utama benar-benar macet hal ini disebabkan di jalur utama dari Kota Malang menuju Kota Batu banyak wisatawan yang ingin ke Jatim Park 3. Saat sampai di jalibar kota Batu kita memutuskan untuk singgah dan membeli sarapan, disini pemandanganya sangat bagus view untuk melihat Pegunungan Panderman, Arjuno-Welirang dan Bromo tengger Semeru. Tapi saat itu cuaca kurang mendukung karena mendung dan kabut di Jalibar sangat tebal.

Setelah selesai sarapan di jalibar kita bergegas menuju Pos Pendakian Panderman, perjalanan cukup lancar karena melewati jalur alternatif, sedangkan jalur kota sangat padat, hal ini dikarenakan bertepatan dengan libur sekolah dan menjelang libur Natal dan Tahun Baru. Setelah 30 menit perjalanan kita telah sampai di Pos Pendakian, temanku marwoto yang semula tidak ikut dan tidak jelas keputusanya akhirnya ikut naik juga, hal ini disebabkan karena sebagian besar pendaki-pendaki ke Gunung Panderman masih anak-anak sekolah dan kuliahan.

Sempat dipanas-panasin, “masak kalah karo arek cilik le, lemah umak.. wkwkwk..” dan yang jadi masalah jika Marwoto ikut otomatis aku memakai sandal japit, karena tidak ada lagi alas kaki yang cocok untuk mendaki. Tapi hal ini tidak menjadi halangan, karena jalur Panderman aku sudah paham treknya sebab. Bukan pendaki dari Kota Malang Raya klo tidak pernah ke Panderman, aseeeek…!! karena Panderman merupakan Gunung pembelajaran buat Warga Malang Raya dan sekitarnya sebelum mendaki Gunun-gunung lainya. Jadi perlengkapan untuk tik-tok, sekedar aman dan nyaman di tubuh atau anti ribet. Karena gunung ini tingginya hanya 2.000 Mdpl dan ketinggian naiknya dari pos sekitar 800-900 meteran.

Pendakian Licin di Musim Hujan

Setelah memarkir mobil di dekat pos dan jalur pendakian Gunung Panderman – Gunung Butak kita segera membeli tiket masuk dan mendaftarkan nama-nama pendaki. Saat jam 11.30 semua beres, dan kita mulai melakukan perjalanan Tek-Tok Gunung Panderman. Meskipun cuaca saat itu kurang bersahabat, kabut tebal dan sedikit gerimis tapi tidak memadamkan semangat marwoto naik Gunung untuk yang pertamakalinya, alhasil tiap jalan 200 meteran slalu poto-poto dan minta di abadikan tiap jengkal langkah ataupun gayanya yang norak. Hehehee..

Selangkah demi selangkah aku mengikuti langkah Mas Ary dan Marwoto, menurutku hari ini merupakan hari yang paling lambat aku mendaki Panderman. Aku harus sedikit bersabar karena mengikuti alur jejak langkah kaki Marwoto dan Mas Ary. Karena didalam sejarah pendakian ku di Panderman (hehehee..), hari ini yang sangat lambat, biasanya saat mendaki dengan teman sekampung dirumah, hanya dua jam perjalanan ke puncak dan sejam perjalanan turun.

Berangkat jam 2 dini hari sampai diatas jam 4an saat Adzan Shubuh berkumandang, setelah Sunrise Muncul dapat sejam langsung turun, turunya itu kadang lari, wkwkwkw saking terbiasanya dengan Panderman, hal ini dilakukan karena basanya teman dikampung menjadikan panderman sebagai ajang pemanasan sebelum mendaki ke Gunung yang lain yang lebih tinggi dan berat. Terus setelah muncak biasanya teman-teman kampunku makan Soto di Cafe Pojok dekat pemberhentian bus Puspa Indah.

Kembali ke cerita pendakian dengan Marwoto, tepat pukul 12.30 kita sampai di daerah Latar Ombo, tempat pendirian tenda yang ingin bermalam di Panderman. Karena di Latar ombo ini jaraknya cukup luas dan datar, jadi cocok untuk nge-camp oiya untuk catatan bagi yang ingin Ngecamp di Panderman, usahakan bawa air untuk masak dari Pos Pendakian karena sepanjang jalur dari Pos hingga Puncak tidak ada sumber air. Berbeda dengan di Gunung Butak, di Puncak Butak banyak terdapat sumber air.

Sekitar kurang lebih 10 menit istirahat kita melanjutkan perjalanan menuju Watu Gedhe. Trek menuju watu gedhe ini jalanya agak menanjak. Tapi masih tahap aman karena banyak batu dan akar yang bisa digunakan untuk pijakan. Perjalanan ke Watu Gedhe cukup lancar karena tidak ada masalah dan rintangan yang berarti. Sekitar 30 menitan atau sekitar pukul 13.30 an kita sudah mencapai kawasan Watu Gedhe.

Ditempat ini juga bisa dibuat Ngecamp. Tapi yang perlu diwaspadai di sebelah timur batu yang membentang terdapat jurang dan sedikit tempat yang datar untuk dijadikan tempat mendirikan tenda. Jika mencari tempat lebih aman mendingan ngecamp di Latar Ombo, karena di Watu Gedhe kurang Safety.

Safety first ketika mendaki Gunung Panderman

Setelah selesai istirahat kita melanjutkan perjalanan menuju puncak. Jalur antara Watu Gedhe dan Puncak ini lah trek nya sedikit berbahaya, apalagi jika kondisi hujan. Karena jalur di sini sangat licin, banyak trek tanah liat, batu, dan akar pohon yang curam dan berbahaya. Kemiringanya hampir 50-85 drajat, jadi untuk melalui trek ini harus siap-siap tenaga dan ekstra waspada, apalagi jika kondisi hujan. Air bercampur lumpur akan melewati jalur ini, hingga menambah kelicinan jalur tersebut.

Waktu kita melalui jalur ini sempat berpapasan dengan dua orang cewek dan cowok. Saking terjal dan curamnya pendakian waktu itu, si cewek sampai nangis-nangis terpeleset dan minta istirahat sama si cowoknya. So hati-hati jika kalian mendaki Gunung Panderman apalagi saat musim hujan. Pernah suatu hari trek disini benar-benar sangat licin, bukan karena hujan. Tapi karena tanah basah dan saking banyaknya yang naik mengakibatkan pijakan-pijakan kaki menjadi licin. Alhasil waktu itu aku dan teman-teman kampung mencari jalur baru, dekat dengan pepohonan dan rumput-rumput supaya tidak licin saat mendaki.

Kurang lebih satu jam an melewati trek licin tersebut. Setalah trek tersebut akhirnya kita sampai pada bonus pendakian, yakni jalur yang sedikit membuat kaki bisa istirahat, yakni jalur datar. Akan tetapi yang harus diwaspadai disini sisi kiri jalur jalan setapak disini adalah jurang yang sangat dalam. Terutama saat melewati tebing bukit ada penanda pita warna kuning, meskipun jalannya tidak menanjak, kita harus tetap fokus. Jika tidak fokus dalam sekejap bisa terpleset di jurang yang dalam itu.

Dan setelah melewati jalur setapak, kita melewati terowongan alami yang terbentuk dari Godong Pahitan, jalur disini juga landai dan aman. Karena jalur ini jalur terakhir sebelum sampai Puncak. Dan tepat pukul 14.15 kita sudah mencapai puncak Panderman. Dipuncak ini kondisinya seperti latar ombo, cocok untuk nge-camp, yang perlu diwaspadai saat dipuncak adalah monyet. Karena saat anda makan atau masak si monyet pasti mendekat, dan tidak segan-segan merebut makanan di dekatmu. Tapi pada saat kita mencapai puncak tidak ada satu pun monyet yang nonggol, mungkin dia nongolnya saat pagi hari.

Saat di puncak kita berfoto-foto, apalagi marwoto. Saat di puncak selalu foto dengan semua gaya, mulai gaya cool sampai gaya alay pun di lakukan. Yaa.. mungkin pertama kalinya naik gunung harap dimaklumi, heheee…

Setelah puas berfoto dan beristrahat kita memutuskan untuk turun kembali, saat naik ke puncak cuacanya cuman grimis dan berkabut. Untungnya saat turun dan tiba di latar ombo baru hujan deras, karena hujan itulah aku saat turun ke pos dari latar ombo, terpleset-pleset. Hal ini dikarenakan sandal jepitku tidak bisa menahan licinya jalur yang penuh air dan lumpur, alhasil saat turun dijalur terakhir harus pelan-pelan dan bersabar sampai Pos Panderman.

Demikian jejak perjalanan akhir Tahun ke Gunung Panderman, selanjutnya jejak perjalanan akhir Tahun ke ke Kota Tulungagung dan ke Gunung Bromo lagi. 😀