Candi Singosari terletak di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Bangunannya berada di tengah permukiman dengan batas-batas lingkungan sebelah utara berbatasan dengan Pondok Pesantren Al Fatah, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Kertanegara, barat dan timur berbatasan dengan pekarangan masyarakat.
Dilihat dari latar sejarahnya, Candi Singosari merupakan komplek percandian, tempat pendharmaan raja Kertanegara dan Monumen Raja Kertanegara. Candi Singosari memiliki sifat keagamaan Siwa. Hal ini didukung adanya pancuran air di batur candi dan arca Agastya serta Bhairawa.
Artikel menarik lainnya > Keunikan Suku Baduy: Kehidupan Tradisional Melestarikan Alam
Candi Singosari berada di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Bangunannya berada di tengah permukiman dengan batas-batas lingkungan: sebelah utara berbatasan dengan Pondok Pesantren Al Fatah, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Kertanegara, dan bagian barat serta timur berbatasan dengan pekarangan masyarakat sekitar.
Dilihat dari awal sejarahnya, Candi Singosari merupakan kompleks percandian yang digunakan sebagai tempat pendharmaan raja Kertanegara. Candi Singosari memiliki sifat keagamaan Siwa. Hal ini didukung oleh adanya pancuran air di batur candi dan arca Agastya serta Bhairawa.
Mengenai Candi Singosari
“…dan juga pada saat yang sama sang Rakryan Mapatih Jirnodhara (=Mpu Mada) yang membangun sebuah candi (caitya) bagi kaum / Brahmana agung dan juga para pemuja Siwa dan Buddha yang sama-sama gugur / bersama Sri Paduka Almarhum (=Kertanegara) dan juga para Mantri senior yang juga gugur bersama-sama dengan Sri Paduka…”
Diatas merupakan kutipan terjemahan dari prasasti batu yang ditemukan dekat Candi Singosari. Prasasti ini berasal dari tahun 1273 Saka (1351 Masehi) dan menceritakan pembangunan candi yang didedikasikan untuk Raja Kertanegara. Pencetus dari pembangunan candi ini adalah Mahamantri Mukya Rakryan Mapatih Mpu Mada, seorang Mahapatih Majapahit yang mendapat izin dari Ratu Tribhuwana dan Dewan Sapta Prabhu untuk membangun tempat suci bagi Raja Kertanegara dari Singasari. Pertanyaannya, mengapa sang patih mempersembahkan bangunan suci ini untuk raja terakhir Singhasari?
Candi Singosari dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Kertanegara dan sebagai simbol Monumen Raja Kertanegara serta penghormatan atas kebesaran beliau yang gugur dalam pemberontakan oleh Jayakatwang pada tahun 1292. Prasasti Gajah Mada (1351 M) juga menyebutkan tentang pembangunan caitya yang dilakukan oleh Mahapatih Gajah Mada untuk batara sang mokta ring Siwa Buddha Laya.
Raja Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir. Pemerintahannya ditumbangkan oleh Raja Kediri, Jayakatwang. Namun, Jayakatwang berhasil dikalahkan oleh menantu Kertanegara, Raden Wijaya. Raden Wijaya, yang merupakan keturunan Mahisa Wongateleng dan Raja Udayana di Bali, kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dengan pusat pemerintahan di Tarik (Trowulan).
Raja Kertanegara: Penggagas Penyatuan Nusantara
Kertanegara adalah raja terakhir Kerajaan Singhasari, memerintah dari tahun 1268 hingga 1292. Pemerintahannya menjadi yang terpanjang dalam sejarah Singhasari. Raja yang bergelar Siwa-Buddha ini melakukan inovasi baru yang belum pernah dilakukan oleh raja-raja sebelumnya. Ia langsung mengubah susunan punggawa dan pejabat kerajaannya setelah mewarisi tahta dari ayahnya.
Pada tahun 1286, setelah berhasil menaklukkan Bali, Kertanegara menjalin persahabatan dengan Bhumi Malayu. Ia memerintahkan Dyah Adwayabrahma dan pasukannya untuk mengantarkan hadiah berupa arca Amogapasa Lokeswara kepada Raja Mauliwarmadewa. Raja Mauliwarmadewa menyambut baik hadiah arca tersebut dan membalas dengan menghadiahkan kedua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak, kepada Raja Kertanegara. Motif Kertanegara menjalin persahabatan ini adalah untuk memperkuat pertahanan Nusantara dari invasi Dinasti Yuan.
Salah satu keputusan paling berani yang diambil oleh Kertanegara adalah menantang Kubilai Khan. Pada tahun 1289, utusan Kubilai Khan bernama Meng Khi datang ke Singhasari dan meminta agar Kertanegara tunduk kepada Yuan serta mengirim upeti tahunan. Namun, Kertanegara menolak permintaan tersebut dengan tegas. Berdasarkan Kidung Harsawijaya, ia bahkan melukai wajah dan mengiris telinga Meng Khi. Kubilai Khan sangat marah dan mengirim pasukan untuk menghukum raja Jawa tersebut.
Kisah keberanian dan patriotisme Kertanegara tampaknya menjadi inspirasi bagi Gajah Mada, patih dari Majapahit. Gajah Mada berambisi menyatukan seluruh Nusantara seperti yang dilakukan oleh Kertanegara. Dan pada akhirnya, ia mengucapkan Sumpah Palapa pada tahun 1336 Masehi. Setelah berhasil menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit, Gajah Mada membangun sebuah caitya yang didedikasikan untuk menghormati tokoh idolanya, yaitu Kertanegara.
Struktur Candi Singosari
Artikel menarik lainnya > Gili Trawangan Lombok, Wisata Tanpa Kendaraan Bermotor
Pembangunan Candi Singosari sebagai Monumen Raja Kertanegara sepertinya belum selesai. Banyak bagian candi yang masih berupa bidang polos tanpa ukiran. Bahkan bagian kepala kala yang diletakkan pada relung kaki candi masih dalam bentuk ukiran dasar. Bagian yang telah diukir pada atap candi induk hanya sebatas hingga kepala kala pada badan candi. Motif ukiran yang dipahatkan unik dengan mengusung tema floral. Meskipun kepala kala yang telah diukir tidak terlihat menyeramkan seperti biasanya, namun justru terlihat samar dan rumit dengan pola stilir yang disematkan. Mungkin pada masa itu, gaya pemahatan motif stilir sedang menjadi tren dalam karya seni.
Candi Singosari terbuat dari batu andesit, termasuk pada batur, kaki, tubuh, dan atapnya. Batur memiliki bentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi sekitar 13,85 meter dan tinggi 1,90 meter tanpa motif. Bagian sisi barat candi mengalami sedikit kerusakan pada penampilnya. Kaki candi berdenah bujur sangkar dengan ukuran 8,80 meter dan tinggi 4,86 meter. Bagian ini menunjukkan keistimewaan karena memiliki penampil pada keempat sisinya dan biliknya.
Penampil di sisi barat berfungsi sebagai pintu masuk ke bilik. Di sebelah kanan dan kiri terdapat relung kecil yang dulunya berisi arca Nandiswara dan Mahakala, namun sekarang keduanya sudah tidak ada di tempatnya. Penampil di sisi utara, timur, dan selatan memiliki bentuk yang menyerupai pintu, tetapi sebenarnya merupakan pintu semu. Dipintu semu di sisi selatan terdapat Agastya yang telah rusak, sedangkan di sisi utara dan timur kosong (Ganesha dan Durga disimpan di Museum Leiden sejak tahun 1804). Di atas terdapat relief kepala kala. Didalam terdapat sebuah yoni yang berbentuk segi empat, bagian atas yoni sedikit rusak. Pada lantai kaki candi, terdapat saluran kecil yang mengarah ke teras sisi utara, sehingga candi tersebut seolah-olah menjadi gambaran sebuah lingga.
Bagian tubuh candi berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi sekitar 5,20 meter dan tinggi 4,85 meter. Pada keempat sisinya terdapat relung kosong yang tidak terlalu dalam. Di atas relung tersebut, terdapat hiasan kepala kala. Bagian atap candi berbentuk piramida dan terdiri dari beberapa tingkat, setiap tingkat dihiasi dengan menara. Sisi bagian bawah atap memiliki ukuran sekitar 5 meter. Sayangnya, bagian atas atap telah runtuh, sehingga saat ini yang tersisa hanya tingkat pertama dan sebagian dari tingkat kedua, dengan tinggi keseluruhan bangunan candi sekitar 14,10 meter.
Penjarahan atas nama “Pemugaran” Candi
Arca di dalam Candi Singosari yang tersisa sekarang hanya Arca Agastya yang kondisinya telah rusak dan terletak di relung sebelah selatan. Arca tersebut menggambarkan sosok tua berjenggot, berpostur gemuk, berpenampilan seperti resi, serta membawa trisula, tasbih, dan kendi. Pemahatan arca ini tampak natural dan indah sesuai dengan gaya seni dari masa Singhasari. Bukti dari gaya seni ini dapat ditemukan pada bunga teratai yang muncul dari bonggol sebelah kiri Arca Agastya.
Catatan Rafles yang Sepihak
Tentang arca-arca lainnya di Candi Singosari, mereka harus dikejar hingga Museum Leiden di Belanda. Pada tahun 1804 Masehi, Nicolaus Engelhard memindahkan enam arca dari area percandian di Singosari ke Surabaya untuk dikirim ke Belanda. Arca-arca tersebut mencakup Siwa Bhairawa, Durga Mahisasuramardhini, Ganesa, Nandiswara, Mahakala, dan Lembu Nandini.
Pemindahan ini menyebabkan kontroversi di kalangan masyarakat Singosari pada waktu itu. Meskipun menurut deskripsi Raffles dalam bukunya “History of Java,” masyarakat Singosari tampaknya tidak begitu peduli dengan kelangsungan percandian di kawasan Singosari, tetapi mereka masih menganggap arca-arca tersebut sebagai objek keramat. Akibatnya, setelah peristiwa tersebut, masyarakat segera menjauhkan arca-arca yang tersisa agar tidak jatuh ke tangan Belanda dan menyimpannya lebih jauh di dalam hutan.
Salah satu Arca yang “dijarah” pada masa Kolonial tapi sudah dikembalikan ke RI
Bernilai seni Tinggi
Arca-arca dari Candi Singosari menggambarkan gaya seni dari masa Singhasari yang berbeda dengan gaya seni dari masa Majapahit yang terkesan kaku namun meriah. Arca-arca dari Candi Singosari terlihat alami, indah, namun tetap memiliki unsur yang demonik. Keindahan arca-arca ini yang mewakili gaya seni Hindu di Jawa Timur mengagumkan Engelhard sehingga ia membawanya pulang ke Belanda. Menariknya, ternyata Gajah Mada tidak benar-benar membangun sebuah candi baru, melainkan ia memperbarui Candi Singosari dengan gaya Majapahit dan meletakkan kembali arca-arca gaya Singhasari ke dalam relung-relungnya.
Catatan Candi
Candi Singosari sebagai Monumen Raja Kertanegara pertama kali dilaporkan oleh Nicolaus Engelhardt, seorang Belanda, yang menjabat sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa sejak tahun 1801. Dilansir dari laman Kemdikbud, Engelhardt melaporkan adanya reruntuhan candi di daerah dataran tandus Malang pada tahun 1803, yang kemudian dikenal dengan nama Candi Singosari. Sejak itu, Candi Singosari mulai menarik perhatian orang Eropa lainnya. Pada tahun 1804, dilakukan pemindahan arca-arca dari reruntuhan candi, dan arca-arca tersebut kemudian dibawa ke negeri Belanda pada tahun 1819.
Kesimpulan
Candi Singosari merupakan candi yang dibangun atau direkonstruksi oleh Gajah Mada. Untuk menghormati dan mendedikasikan diri kepada Raja Kertanegara dari Singhasari serta dan sebagai Monumen Raja Kertanegara. Kertanegara adalah raja terakhir Singhasari yang pemerintahannya ditandai dengan berbagai inovasi dan keberanian, termasuk menantang Kubilai Khan dari Dinasti Yuan. Spirit dari Raja Kertanegara inilah cikal bakal dari di bangunya Candi Singosari
Beberapa arca dari Candi Singosari, termasuk Siwa Bhairawa, Durga Mahisasuramardhini, Ganesa, Nandiswara, Mahakala, dan Lembu Nandini. Telah dipindahkan ke Museum Leiden di Belanda pada tahun 1804 Masehi oleh Nicolaus Engelhard. Yang merupakan Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. Hal ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat Singosari. Meskipun pada masa itu Raffles mencatat bahwa masyarakat tersebut tidak begitu peduli dengan kelangsungan percandian.
Bagaimanapun keadaanya Peninggalan sejarah Bangsa harus Kita lestarikan bersama. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki sejarah panjang dan peninggalan sejarah adalah bukti nyata termasuk Candi Singosari ini.
Artikel menarik lainnya > Berlibur Menggunakan Sepeda Motor: Tips Aman diperjalanan
Hello gess, panggil saja saya mimin atau yuant, lahir di Malang, pernah bekerja di Jakarta, Mojokerto dan penempatan di Kaltim, Kalsel Kalteng, Jambi, Sultra dan Sulteng. Karena sering jalan-jalan gratis inilah web ini terlahir. I create some Article and content creator for different perception. So, check it out.